“AKU HANYA BERKATA TERSERAH”


 Pada awalnya tak ada yang salah, semua baik-baik saja. Hubungan yang indah, persahabatan yang kufikir memiliki ikatan erat. Semua ini berubah karna kemajuan tekhnologi. Semakin majunya tekhnologi , maka semakin banyak individu yang terjajah. Dulu orang itu sangat dekat denganku tetapi semenjak ia memiliki tekhnologi komunikasi baru, ia berubah. Diantara mereka hanya aku yang tak memiliki. Bukannya tidak mampu, hanya orang tuaku mengajarkan bahwa aku harus hidup sederhana dan senantiasa bersyukur.
          Sejak hari itu semuanya berubah, semuanya pergi meninggalkanku. Aku dianggap tak penting untuk mereka. Bagaikan orang terbuang miris bukan? Oh iya aku belum memperkenalkan diri namaku Vika. Aku baru duduk di kelas 10 tahun ini.
”Teman-teman ponselku baru”. Ujar Fiona Coba aku lihat! Kata Kristi
Bagus sekali, kapan belinya? Tanyaku
          Sakit rasanya mereka mengabaikanku apa salahku? Bukankah bagian dari mereka kenapa perlakuan mereka berbeda padaku. Tak apa mungkin mereka tidak mendengarku. Tanpa kusadari hari telah berganti ikatan persahabatan ini juga semakin rapuh. Teman-teman lain tidak mengetahui apa yang terjadi pada persahabatan kami. Tiada satupun dari mereka yang menyadari permasalahan dalam persahabatan yang ku jalani.
Teman yang sebenarnya bukan yang kuciptakan di dalam mimpi. Teman adalah yang akan tatap kusimpan di hati.
          Seiring berjalannya waktu hari itu menunjukkan hari dimana sekolahku mengadakan acara besar-besaran, HUT sekolah. Sekolah mengadakan lomba antar kelas untuk meramaikan acara itu. Diantara banyak lomba ada dua lomba yang menciptakan konflik besar di kelasku. Solidaritas di kelasku semakin menurun. Kalimat-kalimat kasar sering diucapkan dan ditujukan pada stu sama lainnya. Aku merasa sedih, kenapa hal ini terjadi? Aku memang bukan orang penting di kelas ini, tapi aku peduli dengan kelas ini. Semuanya mulai bergerak secara individu, tiada yang peduli tentang solidaritasan, yang mereka fikirkan asal berjalan yang penting menang.
Kemampuan individu seorang manusia memang penting, tapi yang lebih penting adalah kerjasama tim.
“Bukan menang atau kalah tapi kesolidaritasan kitalah yang paling penting”. Ujarku
“Tidak penting Vika, yang penting kita menang”. Tegas Ranti
          Sangat kacau keadaan kelas ini, ingin rasanya aku menjadi seorang pahlawan yang bisa menghilangkan segala permasalahan, menciptakan perdamaian walau untuk sekejap saja. Sudah beberapa hari ini keadaan kelas semakin mendingin, acuh tak acuh tak ada ucapan selamat pagi yang hangat kami rasakan, kemanakah hilangnya kehangatan itu? Aku selalu gelisah.
          Hari ini hari rabu dimana lomba Paskibraka diadakan hari ini. Aku masih bisa mengingat ucapan Fiona kemarin.“Biarkan saja mereka memetik hasil yang mereka ucapkan.” Lomba Paskibraka berlangsung tanpa ada kesan berlebih semakin banyak ucapan pedas terlontar dari bibir Fiona serta kawan-kawannya. Mengapa mereka tidak bisa memaafkan kesalahan Ranti lebih tepatnya ucapan Ranti yang salah. “Yang ikut lomba ini, tidak boleh mengikuti lomba itu.”
          Memang benar adanya ini disebabkan oleh Ranti. Sikap keras dan egois serta semena-mena menciptakan banyak kebencian di kelasku, namun aku tidak dapat sepenuhnya menyalahkan Ranti. Sikap Fiona dan kawan-kawannya yang tidak bisa memaafkan Ranti atau mengalah cukup patut untuk disalahkan. Seseorang anak dari kelasku mengusulkan sebuah evaluasi dari kegiatan ini, aku tahu orang ini cukup peka.
          Hari demi hari ku lewati bersama permasalahan yang belum ada titik keluarnya. Kata –kata kasar dari mulut Fiona pun tak kunjung berhenti malah tambah kasar dan frontal. Aku tak bisa berbuat apa-apa, hanya bersabar dan berdoa semoga Fiona lekas sadar dan segera bertobat. Ternyata  tak hanya aku dan Rika saja yang peka terhadap sikap Fiona yang tak patut di contoh itu. Banyak juga teman-teman sekelas yang bercerita padaku tentang keluh kesah sikap Fiona padanya. Teman-teman juga merasa terganggu dengan sikap Fiona yang frontal itu, tak hanya frontal saja, ada salah stu temen sekelasku yang bilang padaku bahwa Fiona itu juga suka mainin perasaan cowok. Bukannya aku menjelek-jelekkan Fiona tetapi itu fakta. Aku tidak ingin ikut campur masalah hidupnya, hanya saja aku kasihan kepada korban-korbannya itu. Banyak dari temanku yang menjadi korbannya.
Sudahlah aku mencoba melupakan semuanya. Senja mulai tiba . secangkir teh yang menemaniku merenungi masalah ini, sudah mulai mendingin  tidak perlu berfikir panjang segera saja aku habiskan  secangkir tehku hingga tetes terakhir rasanya sangat damai. Aku yakin esok hari pasti akan lebih baik. Aku dan Rika memutuskan  untuk menyatukan Fiona dan Ranti. Drrrrtt ponselku bergetar, aku rasa ada sebuah pesan. Segera saja ku buka ponsel itu dan ternyata  ku dapati sebuah pesan dari Rika.
Dari : Rika
Sudah bosan aku dengan suasana kelas seperti ini.
Untuk : Rika
Lalu menurutmu bagaimana cara kita menyelesaikannya?

Dari: Rika
Besok kita akan berbicara baik-baik pada mereka.

Dengan ku akhiri percakapan Rika dan ku istirahatkan diriku terlelap menuju alam mimpi. Hingga tanpa kusadari hari sudah sudah berubah menjadi pagi. Saatnya aku kembali ke sekolah dan bertemu mereka lagi, meskipun dengan sangat malas aku tetap berangkat ke sekolah. Ada beberapa pelajaran yang kosong untuk hari ini , waktu inilah aku dan Rika memanfaatkan untuk berdiskusi. Rika memulai diskusinya, sebenarnya ini bukan diskusi melainkan sebuah evaluasi. Rika menahan emosinya dan bicara perlahan  dan apa yang Rika dapatkan kalimat kasar,cemooh,frontal dari Fiona dan juga Ranti.
“Aku tidak bermaksud buruk kawan”. Ujar Rika
“Ini bukan salahku”. Bantah Fiona
“Aku juga tidak bersalah, harusnya Fiona dulu yang minta maaf”. Bantah Ranti
Dan suasana kelas menjadi sangat panas tiada yang mau mengalah. Hingga pada akhirnya aku dan Rika pun menyerah, terserah bagaimana mereka. Asalkan mereka dapat mencapainya tanpa kekompakan ya sudahlah terserah.












Karyaku : YESSHINTA OKA PAWESTRI (X_3)

Comments